Sabtu, 07 Juni 2014

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG        
Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak manusia itu dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan juga merupakan tanda komunikasi (Widjaja, 1986)
Selain itu untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini faktor komunikasi memainkan peran penting, apalagi bagi manusia modern. Manusia modern yaitu manusia yang cara berpikirnya tidak spekulatif, tetapi berdasarkan logika dan rasional (penalaran) dalam melaksanakan segala kegiatan dan aktivitasnya. Kegiatan dan aktivitasnya itu akan terselenggara dengan baik melalui proses komunikasi antar manusia. Komunikasi telah menjadi bahan bagi dari kehidupan manusia.
Dalam proses komunikasi tersebut manusia berusaha tukar menukar pendapat dalam penyampaian pesan informasi serta agar mencapai perubahan sikap dan perilaku. Efek dalam komunikasi adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima (komunikan atau khalayak) sebagai akibat pesan yang diterima baik langsung maupun tidak langsung atau maupun media massa jika perubahan itu sesuai dengan keinginan komunikator maka komunikasi tersebut disebut efektif. (Anwar Arifin: 1977).
Disiplin ilmu psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya; apa yang menyebabkan komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu; bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon bagi individu yang lain. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang bentuk-bentuk lambang dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia.


B.     RUMUSAN MASALAH
            Bagaimana psikologi komunikator mempengaruhi keefektifan komunikasi?
            Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan komunikator?

C.    TUJUAN
Dapat memposisikan diri bagaimana menjadi Komunikator yang baik


BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR


Psikologi Komunikator
Didalam kegiatan komunikasi, ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dirinya sendiri. “He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is”. (Komunikator tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan, melainkan pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Karena kadang-kadang siapa lebih penting dari apa)
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis:
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain. Alasannya karena karakter hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya.

(Aristoteles, 1954:45)
Pendapat Aristoteles menyebut karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character,  and good will).
A.    ETHOS
Dimensi-dimensi Ethos :
Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya.
            Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya. Seorang komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi dirinya dengan dimensi ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).
            Secara teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal, melainkan ethos memiliki atau terdiri dari beberapa dimensi, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu sama lain bisa berdiri sendiri, tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu. Artinya, seseorang memiliki ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan
Dimensi-dimensi Ethos
            Dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1). Kredibilitas
2). Atraksi
3). Kekuasaan
            Sebelum ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)
  • Internalisasi.
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut..
Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.


  • Identifikasi. Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
  • Ketundukan. Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
            Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan, Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.


KREDIBILITAS
            Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu :
Pertama : kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator Kedua : kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).
Sejatinya, inti dari kredibilitas adalah persepsi, yang secara sederhana dapat diartikan pandangan komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu persepsi tidaklah tetap melainkan berubah-ubah bergantung kepada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.
Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi tersebut.
            Contoh lain misalnya, anda seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN (kuliah kerja nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin anda akan dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik. Sekali lagi harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada “siapa” yang memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain (komunikate), maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan beragam atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap komunikator.
            Misalnya, seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian robek-robek, lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang profesor tersebut akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut mengunakan jas dan dasi lengkap.
            Dengan demikian kredibilitas dapat dibentuk, dimanupulasi berdasarkan keinginan tertentu. Persepsi komunikate terhadap komunikator tidaklah berdiri sendiri, salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun prior ethos dapat dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman langsung (artinya komunikate dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh media massa sebagai seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan persepsi baik meskipun belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan (dibangun melalui skema kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah seseorang yang diperkenalkan sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan kepada orang yang memiliki ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan terpengaruh oleh gelar-gelar tersebut.
            Selain prior ethos, pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula oleh intrinsic ethos. Secara sederhana intrinsic ethos adalah kepercayaan yang datangnya dari dalam diri komunikator secara berproses. Misalnya, pada suatu kesempatan anda diundang untuk mendengarkan ceramah seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut terlihat menggunakan pakaian seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh, mengenakan kaos tanpa kerah, serta hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan berbicara tentang kemiskinan dan kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan masyarakat tidak mampu. Setelah beberapa saat komunikator tersebut berbicara, pembicaraannya begitu mendalam dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah dimengerti serta tata susunan bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan komuniktor tersebut menampakan kredibilitasnya yang tinggi. Di samping itu, terdapat dua komponen yang menentukan kredibilitas, yaitu:
v    Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Indikatornya adalah cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.
v     Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis. Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol, dan Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1. Dinamisme: bila komunikator dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Lawannya: pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah.
2. Sosiabilitas: bila komunikator sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul (gaul gitu lho...)
3. Koorientasi: bila komunikator mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4. Karisma: bila komunikator menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet.
      Effendy, menyebut beberapa hal yang terkait dengan ethos, di antaranya:
            1. Komponen-komponen ethos yang meliputi:
            - competence (kemampuan/kewenangan)
            - integrity (integritas/kejujuran)
            - good will (tenggang rasa)
            2. Faktor-faktor pendukung ehos
            - persiapan (preparation)
            - kesungguhan (seriousness)
            - ketulusan (sincerity)
            - kepercayaan (confidence)
            - ketenangan (poise)
            - keramahan (friendship)
            - kesederhanaan (moderation)

ATRAKSI

            Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini disebabkan oleh adanya faktor kesamaan antara komunikator dan komunikate, sehingga memungkinkan komunikate tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan komunikator. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan pihak lain (komunikate) merasa tertarik kepada komunikator.
            Misalnya, kita menyenangi orang-orang yang cantik atau tampan, atau mungkin kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, atau mungkin juga kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.
            Daya tarik pun dapat dikarenakan oleh homophily dan heterophily di antara komunikator dan komunikate. Homophily terjadi ketika antara komunikator dan komunikate merasa ada kesamaan dalam: status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Kesamaan ini menjadi daya tarik. Oleh karena itu, komunikator yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Upaya ini dalam konteks retorika disebut “strategy of identification” ujar Kenneth Burke, atau “establishing common grounds”.

            Heterophily, terdapat perbedaan staus ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikate. Namun demikian, komunikasi akan lebih efektif pada kondisi yang memiliki homophily. Pada kondisi homophily komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate akan lebih efektif dalam berkomunikasi, sebab:
1.         Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2.         Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduksi.
3.          Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita menyukai komunikator maka kita cenderung akan menerima gasgasan gagasannya.
4.          Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya kepada komunikator (meskipun alasan ini belum dibuktikan secara sahih).


KEKUASAAN

            Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces). Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Koersif (coersive power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat personal: benci atau kasih sayang.
2. Kekuasaan Keahlian (Expert Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.
3. Kekuasaan Informasional (Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.
4. Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.
5. Kekuasaan Legal (Legitimate Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.


Komunikator yang baik
            Jika individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu tersebut
d. Kepercayaan Diri, artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senag dan aman bagi penerima.
g. Kesederhanaan, artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan kejelasan dan pemahaman.


B.     PHATOS

            Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak. Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.

C.    LOGOS

            Logos diartikan sebagai “Himbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak. Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor. 
            Khalayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi yang kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya. Mungkin ada orang yang cenderung memiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung” yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.


.
BAB III
PENUTUP

   KESIMPULAN

            Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.sedangkan komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu didalam komunikasi. Jadi psikologi komunikator adalah menciptakan kemampuan seorang penyampai informasi serta mampu menganalisa dan meningkatkan kemampuan dirinya untuk keefektivan dalam kegiatan berkomunikasi




DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar