BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Komunikasi adalah hubungan kontak
antar manusia dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan
sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi merupakan bagian dari
kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak manusia itu dilahirkan sudah
berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia
dilahirkan juga merupakan tanda komunikasi (Widjaja, 1986)
Selain itu untuk menjalin rasa
kemanusiaan yang akrab diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat.
Dalam hal ini faktor komunikasi memainkan peran penting, apalagi bagi manusia
modern. Manusia modern yaitu manusia yang cara berpikirnya tidak spekulatif,
tetapi berdasarkan logika dan rasional (penalaran) dalam melaksanakan segala
kegiatan dan aktivitasnya. Kegiatan dan aktivitasnya itu akan terselenggara
dengan baik melalui proses komunikasi antar manusia. Komunikasi telah menjadi
bahan bagi dari kehidupan manusia.
Dalam proses komunikasi tersebut manusia
berusaha tukar menukar pendapat dalam penyampaian pesan informasi serta agar
mencapai perubahan sikap dan perilaku. Efek dalam komunikasi adalah perubahan
yang terjadi pada diri penerima (komunikan atau khalayak) sebagai akibat pesan
yang diterima baik langsung maupun tidak langsung atau maupun media massa jika
perubahan itu sesuai dengan keinginan komunikator maka komunikasi tersebut
disebut efektif. (Anwar Arifin: 1977).
Disiplin ilmu psikologi mencoba
menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri
komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta
faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku
komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya;
apa yang menyebabkan komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain,
sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Psikologi juga tertarik pada
komunikasi diantara individu; bagaimana pesan dari seorang individu menjadi
stimulus yang menimbulkan respon bagi individu yang lain. Psikologi meneliti
proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang bentuk-bentuk lambang dan pengaruh
lambang terhadap perilaku manusia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
psikologi komunikator mempengaruhi keefektifan komunikasi?
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan komunikator?
C.
TUJUAN
Dapat memposisikan diri bagaimana
menjadi Komunikator yang baik
BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
Psikologi Komunikator
Didalam kegiatan komunikasi, ketika komunikator
berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga
keadaan dirinya sendiri. “He doesn’t communicate what he says, he communicates
what he is”. (Komunikator tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan
apa yang ia katakan, melainkan pendengar juga akan memperhatikan siapa yang
mengatakan. Karena kadang-kadang siapa lebih penting dari apa)
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles
menulis:
Persuasi tercapai karena karakteristik personal
pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat
dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik
daripada orang lain. Alasannya karena karakter hampir bisa disebut sebagai alat
persuasi yang paling efektif yang dimilikinya.
(Aristoteles, 1954:45)
Pendapat Aristoteles menyebut karakter komunikator
sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud
yang baik (good sense, good moral character,
and good will).
A. ETHOS
Dimensi-dimensi Ethos :
Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.
Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang
ditimbulkannya.
Ethos
diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh
seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya. Seorang
komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi dirinya dengan dimensi
ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya. Ethos terdiri dari
pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good
moral character, good will).
Secara
teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal, melainkan ethos memiliki atau
terdiri dari beberapa dimensi, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu
sama lain bisa berdiri sendiri, tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu.
Artinya, seseorang memiliki ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas,
atraksi, dan kekuasaan
Dimensi-dimensi
Ethos
Dimensi
ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1). Kredibilitas
2). Atraksi
3). Kekuasaan
Sebelum
ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh
komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C.
Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi
kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3.
Ketundukan (compliance)
- Internalisasi.
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena
perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita
menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran,
atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam
menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi
ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita
berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu
bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut..
Dimensi ethos yang paling relevan
dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh
komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
- Identifikasi. Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
- Ketundukan. Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam
ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena
mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan
efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah
atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu
karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong
desa adalah contoh-contoh ketundukan, Dimensi ethos yang berkaitan dengan
ketundukan ialah kekuasaan.
KREDIBILITAS
Kredibilitas
adalah seperangkat persepsi tentang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini
terkandung dua hal, yaitu :
Pertama : kredibilitas adalah persepsi
komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator Kedua :
kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga
komponen-komponen kredibilitas).
Sejatinya, inti dari kredibilitas
adalah persepsi,
yang secara sederhana dapat diartikan pandangan komunikate terhadap
komunikator. Oleh karena itu persepsi tidaklah tetap melainkan berubah-ubah
bergantung kepada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan
situasi.
Misalnya, seorang dosen begitu
didengar oleh mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini
mengandung arti bahwa persepsi mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda,
tergantung siapa yang memberikan persepsi tersebut.
Contoh
lain misalnya, anda seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN
(kuliah kerja nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin
anda akan dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik.
Sekali lagi harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada
“siapa” yang memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain
(komunikate), maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan
beragam atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap
komunikator.
Misalnya,
seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian robek-robek,
lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang profesor tersebut
akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut mengunakan jas dan
dasi lengkap.
Dengan
demikian kredibilitas dapat dibentuk, dimanupulasi berdasarkan keinginan
tertentu. Persepsi komunikate terhadap komunikator tidaklah berdiri sendiri,
salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu persepsi komunikate
tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun prior ethos dapat
dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman
langsung (artinya komunikate dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman
wakilan (vicarious experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh
media massa sebagai seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan
persepsi baik meskipun belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan
(dibangun melalui skema kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah
seseorang yang diperkenalkan sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan
kepada orang yang memiliki ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan
terpengaruh oleh gelar-gelar tersebut.
Selain
prior ethos,
pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula oleh intrinsic ethos.
Secara sederhana intrinsic ethos adalah kepercayaan yang datangnya dari dalam
diri komunikator secara berproses. Misalnya, pada suatu kesempatan anda
diundang untuk mendengarkan ceramah seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut
terlihat menggunakan pakaian seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh,
mengenakan kaos tanpa kerah, serta hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan
berbicara tentang kemiskinan dan kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan
masyarakat tidak mampu. Setelah beberapa saat komunikator tersebut berbicara,
pembicaraannya begitu mendalam dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah
dimengerti serta tata susunan bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan
komuniktor tersebut menampakan kredibilitasnya yang tinggi. Di samping itu,
terdapat dua komponen yang menentukan kredibilitas, yaitu:
v Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh
komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang
dibicarakan. Indikatornya adalah cerdas, mampu, ahli, tahu banyak,
berpengalaman, atau terlatih.
v Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan
dengan wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan
etis. Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol, dan
Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1.
Dinamisme: bila
komunikator dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani.
Lawannya: pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah.
2.
Sosiabilitas:
bila komunikator sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul (gaul gitu
lho...)
3.
Koorientasi:
bila komunikator mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai
kita.
4.
Karisma: bila
komunikator menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik
dan mengendalikan komunikate seperti magnet.
Effendy, menyebut beberapa hal yang terkait dengan ethos, di antaranya:
1.
Komponen-komponen ethos yang meliputi:
-
competence (kemampuan/kewenangan)
-
integrity (integritas/kejujuran)
-
good will (tenggang rasa)
2.
Faktor-faktor pendukung ehos
-
persiapan (preparation)
-
kesungguhan (seriousness)
-
ketulusan (sincerity)
-
kepercayaan (confidence)
-
ketenangan (poise)
-
keramahan (friendship)
-
kesederhanaan (moderation)
ATRAKSI
Atraksi
(attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik.
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap
melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau
dikagumi yang memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini
disebabkan oleh adanya faktor kesamaan antara komunikator dan komunikate,
sehingga memungkinkan komunikate tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan
komunikator. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan pihak
lain (komunikate) merasa tertarik kepada komunikator.
Misalnya,
kita menyenangi orang-orang yang cantik atau tampan, atau mungkin kita akan
menyenangi orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, atau mungkin
juga kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi
dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan
kemampuan. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik
tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.
Daya
tarik pun dapat dikarenakan oleh homophily dan heterophily di antara
komunikator dan komunikate. Homophily terjadi ketika antara komunikator dan
komunikate merasa ada kesamaan dalam: status sosial ekonomi, pendidikan, sikap,
dan kepercayaan. Kesamaan ini menjadi daya tarik. Oleh karena itu, komunikator
yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan
antara dirinya dengan komunikate. Upaya ini dalam konteks retorika disebut
“strategy of identification” ujar Kenneth Burke, atau “establishing common
grounds”.
Heterophily,
terdapat perbedaan staus ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara
komunikator dan komunikate. Namun demikian, komunikasi akan lebih efektif pada
kondisi yang memiliki homophily. Pada kondisi homophily komunikator yang
dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate akan lebih efektif dalam
berkomunikasi, sebab:
1.
Kesamaan
mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan
lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2.
Kesamaan
membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses
deduksi.
3.
Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada
komunikator. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan
disposisional dengan kita. Karena kita menyukai komunikator maka kita cenderung
akan menerima gasgasan gagasannya.
4.
Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya
kepada komunikator (meskipun alasan ini belum dibuktikan secara sahih).
KEKUASAAN
Kekuasaan
adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi
antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator
“memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya
penting (critical reseorces). Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut
beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Koersif (coersive
power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran
atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat
personal: benci atau kasih sayang.
2. Kekuasaan Keahlian (Expert
Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau
kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian,
sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan
pendapatnya.
3. Kekuasaan Informasional
(Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau
pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat
menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik
cara kerjanya.
4. Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator
sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan
komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.
5. Kekuasaan Legal (Legitimate
Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan
komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang
manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.
Komunikator yang baik
Jika
individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada
individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik
pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:
a.
Adanya kesiapan,
artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan
salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b.
Kesungguhan,
artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan
secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh
komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c.
Ketulusan, artinya
sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain
pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu
merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu
tersebut
d.
Kepercayaan Diri,
artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat
berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e.
Ketenangan, artinya
sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap
tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan
maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f.
Keramahan, artinya
bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena
dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang,
senag dan aman bagi penerima.
g.
Kesederhanaan,
artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa,
pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan
tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan
kejelasan dan pemahaman.
B. PHATOS
Pathos
diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan oleh
seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan
kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak. Sejatinya, pathos
ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin dari gaya
serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan tertentu.
Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan
umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu,
bukan semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak
diujung lidah. Retorika yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu
mengusir penjajah.
C. LOGOS
Logos
diartikan sebagai “Himbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh
seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan
dilaksanakan oleh khalayak. Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki
oleh seorang orator/rethor.
Khalayak
akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila
pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi
yang kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang
disampaikanya. Mungkin ada orang yang cenderung memiliki pathos daripada logos
atau sebaliknya. Ada satu mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak:
“selain kematian, hal lain yang menakutkan adalah berbicara di depan umum”.
Namun bagi seorang komunikator “ulung” yang melengkapi dirinya dengan ethos,
pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.
.
BAB III
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Psikologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.sedangkan komunikator adalah orang yang
menyampaikan pesan kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu
didalam komunikasi. Jadi psikologi komunikator adalah menciptakan kemampuan
seorang penyampai informasi serta mampu menganalisa dan meningkatkan kemampuan
dirinya untuk keefektivan dalam kegiatan berkomunikasi
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat,
Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya